Saat Temporary Menjadi Permanen
April 11, 2009 Article, Health
Mereka yang akrab dengan daerah wisata seperti Kuta dan Legian, kemungkinan besar juga akrab dengan tulisan ‘Black Henna Temporary Tattoo, last 2 week’. Tulisan ini tidak sepenuhnya benar, dan ini tidak hanya soal tata bahasanya saja, lho!
Pembaca yang sebelumnya pernah mendengar mengenai henna, mungkin akan terheran membaca judul artikel ini. Bukannya henna berasal dari tumbuhan dan tidak berbahaya? Bukannya henna berwarna merah kecoklatan (kenapa namanya “black” henna?)? Body art dengan henna bukannya hanya bertahan beberapa minggu? Benar, benar, dan benar! Dan justru ketiga pertanyaan tersebut yang dapat menunjukkan kesalahan fatal yang terdapat dalam pernyataan mengenai black henna tersebut.
Sebenarnya tidak ada bahan yang bernama “black henna”, karena istilah ini terlahir dari sebuah pengertian yang salah yang sudah berkembang sejak dulu. Henna yang sebenarnya merupakan nama lain dari tumbuhan Lawsonia inermis, sumber molekul pewarna lawsone yang berwarna merah kecoklatan. Molekul pewarna ini mempunyai afinitas tinggi terhadap keratin, sehingga dapat digunakan untuk mewarnai kulit, kuku, rambut, dan sutra. Pasta yang terbuat dari daun henna dapat digunakan untuk membuat body art, karena lawsone yang terdapat di dalamnya akan menyerap ke dalam lapisan kulit terluar dan meninggalkan warna merah kecoklatan yang akan bertahan sampai lapisan kulit tersebut mengalami eksfoliasi.
Kesalahpahaman mengenai “black henna” timbul pada akhir abad ke-19, saat pewarna rambut yang berbahan dasar tumbuhan banyak diimpor ke dunia barat. Henna, jika digunakan bersama dengan daun indigo (Indigofera tinctoria) dapat mewarnai rambut menjadi hitam, namun ini tidak berlaku jika digunakan pada kulit. Meskipun demikian, timbul kepahaman bahwa ada bahan yang mampu mewarnai kulit menjadi hitam, karena dengan aplikasi henna biasa dengan metode khusus memang dapat membuatnya menjadi lebih gelap daripada biasanya. Ditambah lagi adanya pembuatan body art dengan henna yang ditambahkan pewarna rambut yang berbahan dasar para-phenylenediamine (PPD), yang merupakan sumber dari semua masalah dalam artikel ini. Campuran henna dengan PPD kemudian lebih dikenal sebagai “black henna”, padahal kandungan henna di dalamnya sangat rendah atau bahkan tidak ada sama sekali!
PPD merupakan bahan pewarna sintetis yang dapat membahayakan kesehatan, karena selain merupakan sensitizer yang kuat, juga merupakan toksin transdermal dan potensial sebagai karsinogen. Sebagai sensitizer, PPD dapat menyebabkan reaksi alergi yang kuat jika mengalami kontak dengan kulit, diabsorpsi melalui kulit, ditelan, maupun jika masuk melalui saluran pernapasan. Karena penggunaannya yang paling umum adalah dalam pewarna rambut maupun karena disalahgunakan dalam temporary tattoo, reaksi yang paling sering didapatkan adalah dermatitis kontak. Akan tetapi, sudah berkali-kali dalam berbagai jurnal medis PPD terbukti juga dapat menyebabkan gagal ginjal akut, angioedema, asma bronkiale, nekrosis sel otot, bahkan kematian.
Dalam hampir setiap produk pewarna rambut, tidak peduli merknya, bahkan jika dikatakan alami atau herbal, terdapat PPD. Penggunaan PPD seperti ini lebih jarang menimbulkan reaksi karena konsentrasinya di bawah 6%. Dalam instruksi penggunaannya pun, selalu dicantumkan bahwa kulit tangan harus dilindungi dengan mengenakan sarung tangan, bahan pewarna agar tidak tersentuh kulit kepala dan pewarna harus segera dibilas setelah waktu yang dianjurkan.
Saat digunakan untuk temporary tattoo, konsentrasinya berkisar antara 10 sampai 60%, diaplikasikan langsung pada kulit dan dibiarkan selama lebih dari setengah jam. Maka, tidak mengherankan bahwa timbul reaksi!
Mengapa PPD masih banyak sekali disalahgunakan jika efeknya memang seburuk itu?
Alasan yang pertama adalah karena PPD jauh lebih murah dan mudah didapatkan daripada henna.
Kedua, penggunaannya lebih mudah daripada henna. Pasta henna merupakan campuran yang unik antara daun henna dan berbagai rempah. Sedangkan
PPD tinggal dicampurkan air, dan jadilah!
Ketiga, warnanya yang hitam lebih disukai daripada warna merah kecoklatan yang dihasilkan oleh henna karena lebih mirip tato yang sebenarnya.
Keempat, meskipun biasanya dibiarkan lebih lama, dalam waktu yang kurang dari setengah jam PPD sudah dapat mewarnai kulit. Berbeda dengan henna yang perlu dibiarkan selama beberapa jam untuk penyerapan molekul pewarna yang optimal.
Alasan yang terakhir adalah bahaya PPD bukan merupakan hal yang diketahui banyak orang. Reaksi pada kulit jika PPD digunakan dalam temporary tattoo biasanya terjadi dalam 3 sampai 12 hari. Temporary tattoo itu sendiri paling populer di kalangan wisatawan, sehingga kecil kemungkinan korban PPD akan kembali untuk mengadu kepada si pembuat temporary tattoo. Si pembuat temporary tattoo pun dengan santainya dan tanpa sepengetahuannya akan menyebabkan adanya korban baru.
Sangat sedikit kasus alergi terhadap henna yang sebenarnya ditemukan, meskipun bahan ini sudah digunakan secara berulang-ulang selama beribu-ribu tahun. Bahkan, diperkirakan bahwa paling tidak setengah daripada penduduk India pernah terpapar henna pada suatu saat dalam hidupnya, tetapi kasus alergi yang ditemukan dapat dihitung dengan jari. Apalagi jika dibandingkan dengan perkiraan reaksi alergi terhadap PPD yang mencapai 15%. Jika paparan terhadap PPD terjadi melalui temporary tattoo, dermatitis kontak alergi merupakan reaksi yang paling sering terjadi. Dermatitis kontak alergi merupakan hipersensitivitas tipe IV yang hanya mempengaruhi orang-orang yang telah tersensitisasi sebelumnya.
Reaksi alergi ini memerlukan beberapa jam untuk terjadi, sehingga gejala dermatitis kontak alergi biasanya timbul beberapa hari setelah paparan. Sekali didapatkan, sensitivitas kontak terhadap alergen tadi biasanya akan terus bertahan. Tingkat sensitivitas dapat berkurang seiring dengan waktu, kecuali di-boost oleh paparan berulang, namun jika sensitivitas seseorang sangat tinggi dari awal, maka sensitivitas yang tinggi terhadap alergen tadi dapat bertahan seumur hidup.
Dalam kasus yang ekstrem, seseorang akan sedemikan sensitifnya sehingga paparan terhadap PPD dapat berakibat fatal. Tidak cukup PPD menimbulkan sensitivitas seumur hidup, bahan ini juga menimbulkan cross-sensitivity terhadap bahan-bahan lainnya! Beberapa produk yang kemungkinan juga menimbulkan reaksi hipersensitivitas, antara lain adalah pewarna tekstil hitam, tinta printer, tinta facsimile, pewarna rambut, kosmetik dan sunscreen yang mengandung para-aminobenzoic acid (PABA), obat-obatan yang mengandung benzocaine, pewarna kulit binatang, dan cairan cuci-cetak foto.
Dermatitis kontak alergi akibat PPD biasanya cukup mudah dikenali. Temporary tattoo yang terdapat pada permukaan kulit penderita akan menjadi tanda jelas yang mengatakan, “Saya terpapar PPD!” Gejala yang timbul biasanya lebih parah dan lebih akut daripada dermatitis kontak iritasi. Pemeriksaan pasien tentunya diawali dengan anamnesis. Gejala utama yang dialami pada dermatitis kontak alergi, pada umumnya adalah pruritus yang parah. Perlu ditanyakan pula apakah dermatitis yang terjadi itu menyebar. Dermatitis kontak alergi seringkali terkesan menyebar seiring dengan waktu. Kenyataannya, hal ini menunjukkan reaksi yang terlambat terhadap alergen. Daerah yang terkontaminasi paling parah, dalam hal ini pada permukaan kulit yang ditato, akan pertama mengalami gejala yang diikuti oleh permukaan kulit yang terpapar lebih sedikit.
Pada pemeriksaan fisik, akan ditemukan kulit eritema dan edema dalam kasus dermatitis kontak yang akut. Vesikel atau bulla yang berisi cairan jernih dapat timbul pada area kulit yang terpengaruh. Lesi yang pecah akan mengeluarkan serum yang jernih yang akan berwarna kuning jika mengering. Jika pecah, kemungkinan akan terjadi erosi yang akan meninggalkan parut.
Konfirmasi alergen dalam kasus pasien dengan temporary tattoo jarang diperlukan, karena tato tersebut sudah jelas mengatakan, “Hei, aku pelakunya!” Tetapi konfirmasi selalu dapat dilakukan dengan skin patch test terhadap PPD.
Berbeda dengan dermatitis kontak pada umumnya, jika dermatitis kontak terjadi akibat alergi terhadap PPD dalam temporary tattoo, akan sulit untuk menghentikan paparan terhadap alergen karena sudah meresap ke dalam kulit. Namun, jika memungkinkan, tentu lebih baik untuk menghilangkan PPD tersebut. Dermatitis kontak alergi ringan sampai sedang akan merespon terhadap perawatan topikal dengan astringen dalam kompres basah, kortikosteroid topikal, dan antipruritus sistemik. Untuk mengatasi pruritus, biasanya diberikan antihistamin secara oral. Dalam kasus yang parah dan akut, ditandai edema dan bulla yang parah, dapat diberikan tambahan terapi kortikosteroid sistemik.
Dalam pelayanan kesehatan yang holistik, pencegahan dan edukasi pasien tentu tidak kalah pentingnya dengan langkah-langkah di atas. Pasien perlu mencegah dirinya terpapar kembali oleh PPD. Selain itu, pasien juga perlu berhati-hati dengan produk-produk yang mungkin juga menimbulkan reaksi hipersensitivitas akibat cross-sensitization.
Pada akhirnya, erosi yang terjadi mungkin akan meninggalkan bekas berupa parut. Jika hal ini tidak terjadi pun, bekas lesi dapat tetap tampak setelah sembuh karena kerap terjadi hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Batallah niat si pasien untuk memiliki tato yang bersifat sementara. Entah karena takut dengan jarum, sehingga tidak mau membuat tato yang sebenarnya, atau karena sekadar iseng, yang jelas korban PPD akan selalu memiliki pengingat yang permanen tentang bahaya bahan tersebut. Baik dalam bentuk sikatrik, sensitisasi yang menetap, atau keduanya!
Sumber:
http://www.hennapage.com/
http://www.bemfkunud.com/2009/04/11/saat-temporary-menjadi-permanen/
http://www.nbcnews.com/id/26080350/#.Uj-k59K9XLo
http://www.bbc.co.uk/news/uk-england-berkshire-23600406