Dari Abu Hurairah radhiyallau ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Lima hal yang termasuk fitrah (kesucian): mencukur bulu kemaluan, khitan,
menipiskan kumis, mencabut bulu ketiak dan memotong kuku.”
(HR. Bukhari Muslim)
Muslimah yang cerdas akan senantiasa menyelaraskan antara lahir dan batin.
Perhatiannya pada penampilan yang baik bersumber dari pemahaman yang baik pula terhadap agamanya.
Karena penampilan yang rapi dan bersih merupakan hal yang mulia.
Lalu, bagaimanakah tuntunan Islam dalam berhias?
Dalam kitab Shahih Bukhari disebutkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallhu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan.”
Berhias bagi wanita ada 3 macam, yaitu :
1 .Berhias untuk suami hukumnya dianjurkan dan tidak memiliki batasan.
2. Berhias di hadapan wanita dan lelaki mahram dibolehkan
tetapi dengan batasan tidak menampakkan aurat
dan boleh menampakkan perhiasan yang melekat pada selain aurat.
Di mana aurat wanita bagi wanita lain adalah mulai pusar hingga lutut
pendapat banyak ulama
{ Namun menurut Syaikh Al Albani,pendapat ini tidak ada dalilnya,
sehingga aurat didepan wanita sama dengan aurat di hadapan mahram }
sedangkan aurat wanita di hadapan lelaki mahram adalah seluruh tubuh
kecuali muka, kepala, leher, kedua tangan dan kedua kaki.
3. Berhias di depan lelaki bukan mahram hukumnya haram
dan ini yang disebut dengan tabarruj.
Berhati-hati dalam memilih cara berhias.
1. Tidak boleh menyerupai laki-laki.
“Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaknat seorang wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Abu Daud)
2. Tidak boleh menyerupai orang kafir.
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk mereka.”
(HR. Ahmad dan Abu Daud)
3. Tidak boleh berbentuk permanen sehingga tidak hilang seumur hidup
misalnya tatto
tidak mengubah ciptaan Allah misalnya operasi plastik
.
Hal ini disebabkan termasuk hasutan setan
sebagaimana diceritakan oleh Allah,
“Dan akan aku suruh mereka merubah ciptaan Allah
dan mereka pun benar-benar melakukannya.” (Qs. An Nisa: 119)
4. Tidak berbahaya bagi tubuh.
5. Tidak menghalangi air untuk bersuci ke kulit atau rambut.
6. Tidak mengandung pemborosan atau membuang-buang uang.
7. Tidak membuang-buang waktu sehingga kewajiban lain terlalaikan.
8. Penggunaannya jangan sampai membuat wanita sombong, takabur,
membanggakan diri dan tinggi hati di hadapan orang lain.
Bagaimana dengan hukum berhias dengan Henna / Inai?
Mehndi Henna adalah sejenis pacar yang diracik dari daun tanaman yang disebut Henna atau Lawsonia Inermis. Kata Henna berasal dari bahasa Arab (الحناء) untuk tanaman Lawsonia Inermis yang diucapkan sebagai Hinna.
Diantara syarat wudlu atau mandi
ialah tidak adanya penghalang bagi sampainya air kepada anggota badan yang dibasuh.
Benda-benda yang dapat menghalangi air ini tentunya benda yang bersifat padat (‘ain).
Gambarannya ialah benda-benda yang menempel di anggota badan yang ketika dikerok misalnya akan mengelupas, seperti kotoran di bawah kuku, cat, minyak yang mengendap, tinta dan lain sebagainya.
Dalam kitab Nihayatuz Zain; 17 disebutkan:
(و) رَابِعهَا أَن لَا يكون على الْعُضْو (حَائِل) يمْنَع وُصُول المَاء إِلَى جَمِيع أَجزَاء الْعُضْو الَّذِي يجب تعميمه (كنورة) ودهن لَهُ جرم يمْنَع وُصُول المَاء للبشرة ووسخ تَحت أظفار
“Syarat wudlu yang ke empat ialah tidak adanya penghalang di atas anggota wudlu yang dapat menghalangi sampainya air ke seluruh bagian yang diwajibkan untuk diratakan dengan air, seperti kapur, minyak yang berbentuk (padat/mengendap) yang menghalangi sampainya air kepada kulit, dan kotoran di bawah kuku.
bagaimana dengan Mehndi Henna? Jika memang pacar jenis ini hanya berbentuk warna di kulit, tidak semacam cat yang dapat mengelupas ketika dikerok, maka ia bukan termasuk benda yang menghalangi air kepada anggota badan.
Dalam kitab I’anatut Tholibin I/46 disebutkan:
(قوله: وأثر حبر وحناء) أي وبخلاف أثر حبر وحناء فإنه لا يضر. والمراد بالأثر مجرد اللون بحيث لا يتحصل بالحت مثلا منه شئ.
Berbeda dengan bekas (atsar) tinta dan pacar (hinna’), maka ia tidak berbahanya. Yang dimaksud atsar ialah hanya warna, sekira ketika dikerok tidak muncul apa-apa. Jika dalam wudlu dan mandi Mehndi Henna ini bukan termasuk penghalang, maka wudlu atau mandinya sah dan shalat juga sah. Wallahu A’lam
Menjadi kesunnahan/anjuran bagi perempuan memakai henna
adalah yang bertujuan berhias untuk suami atau berhias untuk sesama perempuan/muhrim...
bagi perenpuan untuk tujuan yang lain tidak dihukumi sunnah ,
bahkan makruh atau bisa jadi haram, \
tentu semua kembali pd niat n tujuan
“Tidak apa-apa berhias dengan memakai inai,
terlebih lagi bila si wanita telah bersuami
dimana ia berhias untuk suaminya.
Adapun wanita yang masih gadis,
maka hal ini mubah (dibolehkan) baginya,
namun jangan menampakkannya kepada lelaki yang bukan mahramnya karena hal itu termasuk perhiasan.
*Banyak pertanyaan yang datang dari para wanita tentang memakai inai ini pada rambut, dua tangan atau dua kaki ketika sedang haidh. Jawabannya adalah hal ini tidak apa-apa karena inai sebagaimana diketahui bila diletakkan pada bagian tubuh yang ingin dihias akan meninggalkan bekas warna dan warna ini tidaklah menghalangi tersampaikannya air ke kulit, tidak seperti anggapan keliru sebagian orang. Apabila si wanita yang memakai inai tersebut membasuhnya pada kali pertama saja akan hilang apa yang menempel dari inai tersebut dan yang tertinggal hanya warnanya saja, maka ini tidak apa-apa.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, 4/288).
Jawab : Berdasarkan yang telah kami ketahui bahwa tidak ada hadits yang bunyinya seperti demikian. Sedangkan inai (pacar) maka keberadaan warnanya pada kaki dan tangan tidak memberi pengaruh pada wudhu, karena warna inai tersebut tidak mengandung ketebalan/lapisan, lain halnya dengan adonan, kutek dan tanah yang memiliki ketebalan dapat menghalangi mengalirnya air pada kulit, maka wudhu seseorang tidak sah dengan adanya ketebalan tersebut karena air tidak dapat menyentuh kulit. Namun, jika inai itu mengandung suatu zat yang menghalang air untuk sampai pada kulit, maka inai tersebut harus dihilangkan sebagaimana adonan.
Pertanyaan : Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Dewasa ini muncul fenomena baru dalam hal mencelak mata dan menipiskan bibir dengan cara ditatto atau disuntik yang masanya berlangsung selama sekitar enam bulan atau setahun yang dimaksudkan sebagai pengganti celak yang biasa dan untuk menipiskan bibir. Bagaimana hukum perbuatan tersebut ?
Jawaban: Hal tersebut tidak boleh, karena dikategotikan sebagai tatto, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang membuat dan yang dibuatkan tatto. Karena menipiskan bibir dan mencelak mata dengan cara tersebut yang kekuatannya berlangsung dalam jangka waktu selama sekitar enam bulan atau setahun, dan setelah masanya habis diperbaharui lagi demikian seterusnya adalah serupa dengan tatto yang diharamkan.
Sedangkan hukum asal celak dimaksudkan untuk mengobati mata yang warnanya sangat hitam atau sakit dengan menempelkan celak pada bulu mata dan pada kedua pelupuk mata, dalam kasus mata yang sakit atau dimaksudkan untuk memelihara mata dari penyakit, di mana hal itu terkadang menambah kecantikan serta menjadi hiasan bagi kaum wanita seperti layaknya perhiasan yang dibolehkan. dan hendaklah kaum wanita muslimah menjauhkan diri dari hal-hal syubhat.
Hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarganya dan para sahabatnya.
Tanya: mau tanya hukum mewarnai rambut apa ya? warna hitam boleh ngga? trus gman warna yg laen? brown dll?
Jawab: Jika rambutnya beruban maka disyariatkan untuk mewarnainya guna menyelisihi ahli kitab. Dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda:
إِنَّ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبِغُوْنَ, فَخَالِفُوْهُمْ
“Sesungguhnya Yahudi dan Nashara tidak mewarnai (uban-uban mereka), maka selisihilah mereka”. (HR. Al-Bukhari no. 3275, 5559 dan Muslim no. 2103)
Hanya saja Nabi shallallahu alaihi wasallam melarang menggunakan pewarna rambut yang berwarna hitam, sebagaimana yang tersebut dalam hadits Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma riwayat An-Nasai no. 5075. Juga berdasarkan hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu dia berkata:
أُتِيَ بِأَبِي قُحَافَةَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ كَالثَّغَامَةِ بَيَاضًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيِّرُوا هَذَا بِشَيْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ
“Pada hari penaklukan Makkah, Abu Quhafah dibawa ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan rambut dan jenggotnya yang memutih seperti pohon tsaghamah (pohon yang daun dan buahnya putih). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Rubahlah warna (uban) ini dengan sesuatu, tapi jauhilah yang berwarna hitam.” (HR. Muslim no. 3925)
Imam An-Nawawi rahimahullah memberikan judul bab terhadap hadits di atas, “Bab: Disunnahkannya mewarnai uban dengan warna kuning atau warna merah, dan haramnya mewarnai dengan warna hitam.”
Apa yang dikatakan oleh Imam An-Nawawi rahimahullah mengenai warna yang diperbolehkan (kuning dan merah) sangatlah jelas. Karena Nabi shallallahu alaihi wasallam hanya melarang 1 warna yaitu hitam. Sehingga ini menunjukkan semua warna lainnya diperbolehkan, wallahu a’lam.
ِِAdapun bahannya, maka tersebut dalam hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu dimana dia berkata:
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَيْسَ فِي أَصْحَابِهِ أَشْمَطُ غَيْرَ أَبِي بَكْرٍ فَغَلَفَهَا بِالْحِنَّاءِ وَالْكَتَمِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tiba (di Madinah) dan tidak ada satupun dari shahabat beliau yang paling banyak ubanya selain Abu Bakar. Maka kemudian dia mengecatnya dengan daun inai dan katam (daun pewarna lainnya)”. (HR. Al-Bukhari no. 3627)
Adapun jika rambut tidak beruban lalu diwarnai, maka wallahu a’lam hal itu tidak disyariatkan. Karena hadits-hadits yang menerangkan pewarnaan rambut, semuanya mengkhususkannya pada rambut yang telah beruban. Ini diisyaratkan dalam hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu ketika dia ditanya mengenai apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam rambutnya dicelup? Dia menjawab:
لَوْ شِئْتُ أَنْ أَعُدَّ شَمَطَاتٍ كُنَّ فِي رَأْسِهِ فَعَلْتُ وَقَالَ: لَمْ يَخْتَضِبْ. وَقَدْ اخْتَضَبَ أَبُو بَكْرٍ بِالْحِنَّاءِ وَالْكَتَمِ وَاخْتَضَبَ عُمَرُ بِالْحِنَّاءِ بَحْتًا
“Seandainya saya mau menghitung jumlah rambut putih yang berada di antara jumlah rambut hitam beliau, tentu saya bisa menghitungnya. Dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mencelupnya. Adapun Abu Bakr dan Umar, maka sungguh keduanya mencelup rambut mereka dengan Inai dan sejenisnya.” (HR. Muslim no. 4320)
Bahkan jika mewarnai rambut yang tidak beruban merupakan kebiasaan atau model rambut orang kafir, maka perbuatan itu bisa dikategorikan ke dalam bentuk tasyabbuh(penyerupaan) kepada orang-orang kafir yang diharamkan.
Wallahu a’lam bishshawab.
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjemah Amir Hamzah, Penerbit Darul Haq]
semoga artikel diatas bermanfaat khusus nya untuk saya pribadi agar tidak terjebak dengan gaya hidup yang tidak sesuai dengan fitrah kita sebagai muslimah...
wassalammualaikum.. wr.wb
sumber :
oke trimakasih infonya sangat bermanfaat dan menambah wawasan saya
BalasHapuscbs-bogor.net
Kalo kita menjual semir rambut yg warna hitam boleh tidak..?
BalasHapuskalo merujuk dalil diatas , tdk diperbolehkan ya. sebaiknya belajar dari yg lebih paham
HapusAurat wanita dengan yang bukan mahrom itu seluruh tubuh kecuali wajah dan tangan!!!
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusmb Ryfa el Faqih.. terimakasih komentar nya di blog saya.. hanya saja kok ya saya gk mudeng, bagian mana dari tulisan ini yang membuat anda memberikan tanda seru sebanyak itu?
BalasHapussampai saya baca bolak balik kembali isi tulisan ini.
positifnya saya cek lagi link sumbernya. karena sejujurnya apa yang saya tulis bukan seutuhnya bersumber dari pribadi ini yg hanya seorang awam bukan ahli hadist.. jadi referensinya saya ambil dari yg saya sematkan sebagai sumber..
" Di mana aurat wanita bagi wanita lain adalah mulai pusar hingga lutut
pendapat banyak ulama
{ Namun menurut Syaikh Al Albani,pendapat ini tidak ada dalilnya,
sehingga aurat didepan wanita sama dengan aurat di hadapan mahram }
sedangkan aurat wanita di hadapan lelaki mahram adalah seluruh tubuh
kecuali muka, kepala, leher, kedua tangan dan kedua kaki.
3. Berhias di depan lelaki bukan mahram hukumnya haram
dan ini yang disebut dengan tabarruj. "
apakah ttg bahasan ini?
oh iya saya suka tulisan anda ttg ukhuwah islamiyah-diniyah... semoga itu juga yg menjadi dasar anda mengkoreksi tulisan saya.
jazakAllah khoir
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusMaaf, maksudnya gimana, aurat wanita di hadapan lelaki mahram kecuali muka, kepala,leher,tangan dan kaki..? Saya agak bibgung tolong di perjelas yah mbak.. kecualinya yang saya bingungkan, ohya artikelnya bagus bermanfaat tapi sekatang saya pakai henna namun terkena alergi apa shalat saya sah atau saya harus menunggu alerginya hilang mbak makasih tolong yah jawabanya semoga membantu yang terkena alergi juga seperti saya...
BalasHapusmaksud dr tulisan 'aurat wanita dihadapan lelaki mahram kecuali muka,kepala,leher,tangan dan kaki.
Hapusyg saya pahami adalah ; dihadapan lelaki mahram aurat kita yg boleh diperlihatkan adalah muka,kepala,leher,tangan,dan kaki..
siapa saja mahram kita silahkan lihat di link ini
http://www.dakwahsunnah.com/artikel/fiqhsunnah/91-siapakah-mahram-wanita-muslimah
alergi karena henna jarang terjadi, justru henna malah bisa sebagai pengobatan.. silahkan lht tulisan saya ttg ini..
dan jika terjadi alergi karena henna, bisa dipastikan henna tersebut sdh ditambah zat pewarna/ aditif lainnya.
atau kemungkinan yg dipakai adalah cat sintetis yg diklaim sbg henna.. silahkan japri di wa atau bbm.. agar sy mengerti henna apa yg dipakai.
Wallohualam bisowab